Ma’rifatullah artinya mengenal Allah. Sebagai
seorang muslim, ada beberapa cara untuk mengenal Allah diantaranya sebagai
berikut:
- Menggunakan Akal
Mengenal Allah menggunakan Allah dilakukan
dengan mempelajari Ayat Qauliyah ( ayat yang ada di dalam Al-Qur’an) dan dengan
Qauniyah Allah (tanda – tanda kebesaran-Nya)
Terjadinya gunung, sungai yang mengalir ( Q.S
At-Tur: 35-36)
- Fenomena Kehendak yang Tinggi
Contohnya persentase O2 yang
tinggi (Q.S Ali Imran: 150)
Contohnya ada yang hidup dan menciptakan (Q.S
Al-Hajj)
- Fenomena Petunjuk dan Ilham
Contohnya ayam yang mampu mengerami telur tanpa
ada yang mengajari
Contohnya,Semua ciptaan Allah tidak ada yang
sia-sia seperti nyamuk, lalat, plankton, dsb
Contohnya, sering sekali do’a kita dikabulkan
oleh Allah s.w.t (Q.S An – An’am: 63-64)
2. Mempelajari Asmaul Husna (Q.S 40:62)
Allah memiliki sifat - sifat yang yang penuh
dengan keagungan. Sifat - sifat tersebut disebut dengan Asmaul Husna. Ada
beberapa manfaat yang dapat kita ambil jika kita mempelajari tentang Asmaul
Husna salah satunya menjadi lebih mengenal Allah s.w.t.
Selalu ada rintangan dan tantangan dalam
melakukan sesuatu hal di dunia ini termasuk saat kita ingin lebih mengenal
Allah s.w.t. Biasanya halangan dan rintangan yang menghadang saat kita ingin
lebih mengenal Allah disebabkan oleh penyakit hati. Penyakit hati yang menjadi
rintangan kita untuk mengenal Allah s.w.t diantaranya sebagai berikut:
1. Kesombongan
Kenapa kesombongan dapat menyulitkan kita untuk
mengenal Allah? Saat kita menyombongkan diri, maka akan sulit bagi kita untuk
mengakui kehebatan Allah s.w.t . Sombong membuat kita buta bahwasanya selalu
ada langit di atas langit. Padahal, kehebatan yang kita miliki bahkan tidak ada
artinya dibandingkan kehebatan Allah yang telah menciptakan seluruh dunia ini,
menciptakan hewan, tumbuhan, manusia yang luar biasa kompleksnya mulai dari sel
– sel nya, jaringan, sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan lain sebagainya.
Belum lagi Allah telah menciptakan bumi, tata surya, planet – planet, galaksi,
seluruh luar angkasa yang bahkan manusia hingga abad ini belum mampu menemukan
ujung luar angkasa dan masih terus melakukan observasi, dan masih banyak lagi
kehebatan Allah s.w.t yang tidak ada tandingannya dan tak akan mampu dituliskan
walau menggunakan tinta seluas samudra. Subhanallah.
2. Dzalim
Saat manusia mulai bersikap dzalim terhadap
makhluk ciptaan Allah, maka Allah akan menutup mata hatinya, sehingga celaka
lah dia karena tak dapat mengenal Allah dan tak mendapat karunia serta
hidayah-Nya. (Q.S 4:153)
3. Bersandar pada Panca Indera
Kita mengetahui bahwa ada hal – hal ghaib di
dunia ini. Hal tersebut tidak kasat mata namun manusia diwajibkan untuk
mengimaninya. Saat kita terlalu bersandar pada panca indera, pikiran kita akan
terkurung dan tidak dapat melihat kemungkinan – kemungkinan kejadian yang dapat
dilakukan oleh Allah s.w.t walau hal tersebut tak dapat kita rasakan oleh panca
indera kita atau bahkan jika menurut akal sehat, hal tersebut tidak mungkin
dapat terjadi karena panca indera kita memiliki karakteristik tertentu. Hal ini
dapat dilihat dari kisah nabi Ibrahim yang tidak terbakar , padahal kita tahu
semua panca indera menurut akal sehatnya akan hancur dan lebur jika dibakar,
namun saat Allah berkata lain, semua karakteristik panca indera yang hancur dan
lebur jika dibakar tidak berlaku pada nabi Ibrahim. (Q.S 2: 55)
4. Dusta
Larangan untuk berkata dusta ini telah Allah
‘Azza wa Jalla firmankan dalam ayat-Nya yang mulia (artinya):
“… maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang
najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Al Hajj: 30)
Kalau anda perhatikan ayat tersebut, Allah ‘Azza
wa Jalla mengiringkan larangan berkata dusta dengan perintah untuk menjauhi
perbuatan syirik dan meninggalkan berhala-berhala yang disembah selain Allah
‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa
perbuatan syirik merupakan perkara besar yang diperingatkan dalam agama ini,
maka perkataan dusta juga demikian, karena tidaklah dua perkara disebutkan
dalam satu rangkaian kalimat melainkan di sana terkandung substansi
permasalahan yang tidak jauh berbeda, dan dalam pembahasan kali ini adalah
keduanya sama-sama perbuatan terlarang yang menyebabkan pelakunya terjatuh ke
dalam perbuatan dosa besar. Wallahu A’lam.
Ketika kita membaca Al Qur’an, kita akan
mendapati di ayat yang ke 63 dan seterusnya dari surat Al Furqan, di situ
disebutkan beberapa ciri hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla yang mendapatkan
kemuliaan di sisi-Nya. Dan di antara ciri dan sifat mereka adalah tidak
memberikan persaksian palsu sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke 72
(artinya):
“Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu.” (Al Furqan: 72)
Para pembaca yang mulia, mengapa dusta yang
kelihatannya perkara sepele dan diremehkan oleh sebagian manusia itu, ternyata
merupakan salah satu bentuk dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar
yang dilarang dalam agama? Mari kita perhatikan pemaparan berikut.
Berkata dusta tergolong dosa besar karena
pangkal dari kejelekan dan kerusakan yang dilakukan manusia itu bernuara pada
perbuatan ini, karena dusta merupakan amalan yang bisa mengantarkan kepada
kejelekan sebagaimana sabda Nabi ‘Azza wa Jalla:
وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُحُوْرِ
وَإِنَّ الْفُحُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّاباً.
“Dan sesungguhnya dusta itu bisa mengantarkan
kepada kejelekan, dan kejelekan itu bisa mengantarkan kepada An Nar, dan
senantiasa seseorang itu berbuat dusata sampai dia dicatat di sisi Allah
sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Seorang yang berdusta berarti dia telah
melanggar salah satu prinsip penting dalam Islam, karena di antara misi yang
diemban Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengajarkan Islam adalah
menjunjung tinggi sikap kejujuran. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abu
Sufyan ketika ditanya oleh Heraklius (kaisar Romawi ketika itu) tentang
pokok-pokok ajaran yang dibawa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
اعْبُدُوا اللهَ وَحْدَهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا وَاتْرُكُوا مَا يَقُوْلُ آبَاءُكُمْ وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ
وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ.
“Beribadahlah kepada Allah satu-satunya dan
jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, tinggalkan ajaran-ajaran nenek
moyangmu (yang tidak baik, pen), beliau juga memerintahkan kepada kami untuk
shalat, jujur, menjaga diri dari perbuatan yang haram, dan menyambung tali
silaturrahim.” (Muttafaqun
‘Alaihi)
Para pembaca, balasan apa yang pantas untuk
dirasakan kepada orang yang suka berdusta? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bermimpi (dan tentunya mimpi beliau adalah benar), di mana dalam
mimpi tersebut beliau melihat manusia disiksa dengan siksaan yang beragam
sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Dan di antara yang beliau lihat
adalah sebagaimana yang dituturkan dalam sabdanya (artinya):
“Kemudian kami mendapatkan seseorang yang
terlentang, sedangkan di dekatnya ada seorang yang berdiri dengan memegang
semacam gergaji dari besi, kemudian ia membelah salah satu sisi mukanya yaitu
dari mulut sampai ke tengkuknya, dari hidung sampai ke tengkuknya, dari mata
sampai ke tengkuknya, kemudian pada sisi muka yang lain dengan perlakuan yang
sama dengan sisi muka yang pertama tadi. Apabila telah selesai, maka muka itu
utuh kembali dan apabila sudah utuh maka diperlakukan lagi seperti sebelumnya.”
Pada mulanya beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam
tidak tahu apa yang menyebabkan orang tadi disiksa dengan siksaan yang seperti
itu. Kemudian dikatakanlah kepada beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam:
وَأَمَّا الرَّجُلُ الّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ
يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى
قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكَذْبَةَ
تَبْلُغُ اْلآفَاقَ.
“Dan adapun seorang yang engkau datangi dan
dibelah salah satu sisi mukanya yaitu dari mulut sampai ke tengkuknya, dari
hidung sampai ke tengkuknya, dari mata sampai ke tengkuknya, itu adalah seorang
yang suka membuat berita bohong sampai berita itu tersebar ke mana-mana.”
Kisah tersebut merupakan potongan hadits yang
panjang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari. Betapa tercela nya berkata dusta sehingga mampu menjauhkan kita dari Allah s.w.t.
5. Membatalkan janji dengan Allah
Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap
muslim untuk melaksanakan janji-janji yang pernah diucapkan.
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ
تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً
إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila
kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
وَلاَ تَتَّخِذُواْ أَيْمَانَكُمْ دَخَلاً بَيْنَكُمْ
فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُواْ الْسُّوءَ بِمَا صَدَدتُّمْ عَن سَبِيلِ
اللّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu
sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki sesudah
kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan
Allah; dan bagimu azab yang besar.
6. Lalai
Orang yang lalai sebenarnya lebih buruk daripada
pelaku maksiat. Rata-rata kita hidup dalam lingkungan baik-baik sahaja.
Alhamdulillah, kita jauh daripada maksiat-maksiat besar seperti minum arak,
berzina dan sebagainya. Tapi sedar atau tidak, hari demi hari, kita semakin
lalai. Lalai daripada mengingatiNya. Senang hidup tanpa ada usaha untuk
mengenaliNya. Kita baik, tidak melakukan perbuatan yang haram, tapi siang dan
malam kita, hanya dunia sahaja tumpuannya. Dapat juga dilihat di Q.S 21: 1-3.
7. Ragu – Ragu
عَنْ أَبِـيْ مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ
أَبِيْ طَالِبٍ، سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ وَرَيْحَانَتِهِ قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ
اللهِ :(( دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ)). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
وَالنَّسَائِيُّ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.
Dari Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Abi
Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kesayangannya
Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: “Aku telah hafal dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : ‘Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu’.”
[Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasâ`i. At-Tirmidzi berkata,“Hadits hasan
shahîh]
Hadits di atas merupakan penggalan dari hadits
panjang tentang qunut dalam shalat Witir. Dalam riwayat at-Tirmidzi dan
selainnya terdapat tambahan dalam hadits tersebut, yaitu:
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ
رِيْبَةٌ.
Karena sesungguhnya kebenaran adalah ketentraman
dan dusta adalah keraguan.
Sedangkan lafazh dalam riwayat Ibnu Hibban
ialah:
فَإِنَّ الْخَيْرَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الشَّرَّ
رِيْبَةٌ.
Karena sesungguhnya kebaikan adalah ketentraman
dan keburukan adalah keraguan.
8. Melakukan Maksiat
Orang-orang yang kurang keimanannya kepada
Allah, dosa dan maksiat adalah hal yang lazim dilakukan, tidak ada lagi
terbersit di dalam hatinya perasaan bersalah ketika melakukan dosa, bahkan dia
akan selalu mencari peluang melakukan dosa dan kesalahan.
Ini lah kesalahan besar yang sering kita
lakukan. Kita terkadang dengan mudahnya mempermainkan hukum Allah SWT,
meremehkan ajaran islam, bangga dengan kejahatan, dan melakukan dosa dan
kemaksiatan siang dan malam tanpa merasa malu kepada Yang Memberi Rizki. Bagaimana bisa kita mengenal Allah jika terus melakukan apa yang dilarang-Nya?
Setelah mengetahui apa saja yang dapat mendekatkan kita kepada Allah s.w.t dan apa yang dapat menjauhkan kita, maka dari itu alangkah baiknya mulai dari hari ini kita belajar bersama untuk mengenal Allah s.w.t dan menjauhi apa yang dapat membuat kita jauh dan tidak mengenal Sang Pencipta.
1.